Dataran Tinggi

Ekosistem dataran tinggi terbentuk oleh kondisi-kondisi lingkungan yang ekstrem, yang mencakup suhu malam hari yang sangat rendah, radiasi matahari tinggi selama siang hari dengan periode fotosintesis yang pendek, kabut tebal, curah hujan tinggi, dan tanah yang miskin hara. Tanaman yang hidup di sini sangat istimewa; melewati evolusi untuk bertahan dalam kondisi hidup yang keras. Banyak di antara spesies ini, termasuk rumput lokal dan beberapa spesies rhododendron dan lumut, telah diketahui sesuai untuk dipakai dalam reklamasi terasering batuan penutup. Sepanjang tahun 2018, kurang lebih 33,76 hektar lahan terganggu yang sudah tersedia sebelum tahun 2018 di dekat areal pertambangan di dataran tinggi telah dilakukan revegetasi sebagai bagian dari program reklamasi jangka panjang. Sampai akhir tahun 2018, total lahan terganggu yang telah direklamasi seluas 378 hektar. Kami memantau kinerja beragam teknik penanaman dan memodifikasi program-program untuk meningkatkan keberhasilan reklamasi jangka panjang ini.

Dataran Rendah

Hingga akhir 2018, lebih dari 180 spesies tanaman berhasil tumbuh pada lahan pengendapan tailing. Hal ini mencakup tanaman penutup jenis kacang-kacangan (legume) untuk pakan ternak; pepohonan asli seperti kasuarina, matoa, kayu besi, bintangur, kayu putih (eucalyptus), dan tanaman perkebunan seperti kelapa, kakao, kopi, nangka; serta tanaman pertanian seperti nenas, melon, tebu, sagu, dan pisang; serta sayur-mayur dan sereal seperti cabe, timun, tomat, padi, jagung, kacang-kacangan, dan labu. Strategi lain dari reklamasi lahan tailing adalah membiarkan terjadinya suksesi ekologis alami (pertumbuhan kembali spesies asli secara alami) pada kawasan yang telah ditentukan. Sebuah proyek penelitian independen tentang suksesi alami pada kawasan endapan tailing menemukan bahwa, dalam kurun waktu beberapa tahun saja, lebih dari 500 spesies tanaman berhasil melakukan kolonisasi secara alami dan tumbuh dengan baik.

Lahan baru yang terbentuk di daerah muara dari aliran tailing dan sedimen alami yang lolos telah membentuk kolonisasi bakau secara alami. Dalam beberapa tahun terakhir, puluhan spesies bakau, kepiting, udang, siput, kerang, ikan, dan cacing laut teridentifikasi di daerah-daerah koloni mangrove ini. Untuk mempercepat proses suksesi primer di lahan-lahan bentukan baru ini, Freeport Indonesia menanam ratusan ribu pohon bakau di sini, mempekerjakan kontraktor-kontraktor yang berasal dari masyarakat Kamoro, pemukim asli dataran rendah. Pemantauan terhadap proyek tersebut memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan dan daya tahan hidup bibit yang ditanam serupa dengan yang dilaporkan untuk program kolonisasi di seluruh dunia, sebagaimana dijelaskan dalam literatur ilmiah.